Selasa, 21 Desember 2010
dua keinginan
Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke b umi. Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghu ni dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan Sang Lelap. Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hi tam kepekatan, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di
celah-celah kediaman - berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun - sehingga tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang halangan da n berdiri di sisi sebuah ranjang , dan tika ia menyentuh dahi si lena, lelaki it u membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh ketakutan. Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan bercampur aduk kem arahan, "Pergilah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jah at! Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan? Tinggalkan rumah ini dengan segera! Ingatlah, akulah tuan rumah i ni. Nyahlah kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku untuk mencincangmu menjadi kepingan!" Kemudian Maut berkata dengan suara lembut , tapi sangat menakutkan, "Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku." Dan s i lelaki itu menjawab, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yan g kau cari? Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai? Apa yang kau ingink an dari orang kaya berkuasa seperti aku? Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taringtaringmu yang berdarah dan waj ahmu yang bengis, dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tu buhmu yang meloyakan." Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, "T idak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, ker ana rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah seorang dari hamba-ham baku, dan tinggalkanlah diriku... Aku masih mempunyai urusan kehidupan yang belu m selesai dan berhutang emas dengan orang. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, permintaanku..jangan ambil nyawaku... Ambillah olehm u barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya s eorang putera tunggal yang kusayangi, dialah sumber kegembiraan hidupku. Kutawar kan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan tinggalkan diriku sendirian."
Sang Maut itu mengeruh,"Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri. " Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya, dan memberik annya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya. Dan Maut berjalan perla han di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling daif yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda den gan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara penuh c inta dan harapan, "Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah rohku, ke rana kaulah harapan impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, kerana kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini. " "Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang. Tap i kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan m enjauhi diri. Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi." Kemudian Sang Maut melet akkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, mencabut nyawanya, da n menaruh roh itu di bawah perlindungan sayap-sayapnya. Ketika ia naik kembali k e langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia - dan dalam bisikan amaran ia ber kata, "Hanya mereka di dunia yang mencari Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu." (Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar