Selasa, 21 Desember 2010
perihal waktu
Dan seorang pakar astronomi berkata, "Guru, bagaimanakah perihal Waktu?" D
an dia menjawab: Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur. Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu me nurut jam dan musim. Suatu ketika kau ingin membuat anak sungai, di mana atas te bingnya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya. Namun keabadian di dalam dirim u adalah kesedaran akan kehidupan nan abadi, Dan mengetahui bahawa semalam hanya lah kenangan utk hari ini dan esok adalah harapan dan impian utk hari ini. Dan y ang menyanyi dan merenung dari dalam jiwa, sentiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa. Siapa di antara kalian yang tidak merasa bahawa d aya mencintainya tiada batasnya? Dan siapa pula yang tidak merasa bahawa cinta s ejati, walau tiada batas, terkandung di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak d ari fikiran cinta ke fikiran cinta, pun bukan dari tindakan cinta ke tindakan ci nta yang lain? Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbahagi dan ti ada kenal ruang? Tapi jika di dalam fikiranmu baru mengukur waktu ke dalam musim , biarkanlah tiap musim merangkumi semua musim yang lain, Dan biarkanlah hari in i memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan. Khalil Gib ran FIKIRAN DAN SAMADI Hidup menjemput dan melantunkan kita dari satu tempat ke tempat yang lain; Nasib memindahkan kita dari satu tahap ke tahap yang lain. Dan kita yang diburu oleh keduanya, hanya mendengar suara yang mengerikan, dan hany a melihat susuk yang menghalangi dan merintangi jalan kita. Keindahan menghadirk an dirinya dengan duduk di atas singgahsana keagungan; tapi kami mendekatinya at as dorongan Nafsu ; merenggut mahkota
kesuciannya, dan mengotori busananya dengan tindak laku durhaka. Cinta lalu di d epan kita, berjubahkan kelembutan ; tapi kita lari ketakutan, atau bersembunyi d alam kegelapan, atau ada pula yang malahan mengikutinya, untuk berbuat kejahatan atas namanya. Meskipun orang yang paling bijaksana terbongkok kerana memikul be ban Cinta, tapi sebenarnya beban itu seiringan bayu pawana Lebanon yang berpuput riang. Kebebasan mengundang kita pada mejanya agar kita menikmati makanan lazat dan anggurnya ; tapi bila kita telah duduk menghadapinya, kita pun makan dengan lahap dan rakus. Tangan Alam menyambut hangat kedatangan kita, dan menawarkan p ula agar kita menikmati keindahannya ; tapi kita takut akan keheningannya, lalu bergegas lari ke kota yang ramai, berhimpit-himpitan seperti kawanan kambing yan g lari ketakutan dari serigala garang. Kebenaran memanggil-manggil kita di antar a tawa anak-anak atau ciuman kekasih, tapi kita menutup pintu keramahan baginya, dan menghadapinya bagaikan musuh. Hati manusia menyeru pertolongan ; jiwa manus ia memohon pembebasan ; tapi kita tidak mendengar teriak mereka, kerana kita tid ak membuka telinga dan berniat memahaminya. Namun orang yang mendengar dan memah aminya kita sebut gila lalu kita tinggalkan. Malampun berlalu, hidup kita lelah dan kurang waspada, sedang hari pun memberi salam dan merangkul kita. Tapi di si ang dan malam hari, kita sentiasa ketakutan. Kita amat terikat pada bumi, sedang kan gerbang Tuhan terbuka lebar. Kita memijak-mijak roti Kehidupan, sedangkan ke laparan memamah hati kita. Sungguh betapa budiman Sang Hidup terhadap Manusia, n amun betapa jauh Manusia meninggalkan Sang Hidup. Khalil Gibran
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar